BAB 1
PENDAHULUAN
Tulang
membentuk formasi endoskeleton yang kaku dan kuat dimana otot-otot skeletal
menempel sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan. Tulang juga berperan
dalam penyimpanan dan homeostasis kalsium. Kebanyakan tulang memiliki lapisan
luar tulang kompak yang kaku dan padat. Tulang dan kartilago merupakan jaringan
penyokong sebagai bagian dari jaringan pengikat tetapi keduanya memiliki
perbedaan pokok antara lain tulang memiliki system kanalikuler yang menembus
seluruh substansi tulang, tulang memiliki jaringan pembuluh darah untuk nutrisi
sel-sel tulang, serta tulang hanya dapat tumbuh secara aposisi. Kerusakan
tulang akibat infeksi akan menyebabkan proses homeostasis tulang terganggu
hingga terjadi manifestasi klinis suatu penyakit tulang.
Artritis
Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit otoimun sistemik yang menyebabkan
peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang
menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya
waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan
kerusakan total sendi. Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika,
yang kebanyakan wanita. Serangan pada umumnya terjadi di usia pertengahan,
nampak lebih sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis
reumatoid yang dibandingkan dengan
600.000 pria.
Pada
Artritis rematoid, keluhan kaku di jari-jari tangan kanan dan kiri yang
berlangsung selama satu sampai dua jam terutama saat pagi hari yang disertai
nyeri. Selain itu didapatkan morning
stiffness, pain of motion, swelling dan deformitas pada jari-jari
tangan kanan dan kiri. Pada pemeriksaan X-foto jari tangan, didapatkan hasil
tampak erosi, swelling dan disarsitektur tulang. Dari hasil Bone Mineral Density, didapatkan
hasil osteopenia. Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan LED meningkat dan
rheumatoid faktor positif. Berdasarkan latar belakang diatas,
maka dalam makalah ini kelompok akan membahas mengenai penyakit Artritis
Rematoid beserta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien dengan
masalah rematoid artritis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
asuhan keperawatan yang dapat diterapkan terhadap pasien dengan masalah
rematoid artritis?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan
Umum
Dapat
menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit rematoid artritis serta asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah rematoid
artritis.
1.3.2
Tujuan
Khusus
a.
Mahasiswa mampu mengetahui anatomi
fisiologi sistem persendian.
b.
Mahasiswa mampu mengetahui pengertian
rematoid artritis.
c.
Mahasiswa mampu mengetahui penyebab
terjadinya rematoid artritis.
d.
Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi rematoid artritis.
e.
Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan
gejala yang muncul pada rematoid artritis.
f.
Mahasiswa mampu mengetahui
penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien
yang mengalami rematoid artritis.
g.
Mahasiswa mampu mengetahui asuhan
keperawatan yang bisa dilakukan pada
pasien dengan masalah rematoid artritis.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Anatomi Fisiologi
Beberapa
komponen penunjang sendi antara lain :
a. Kapsula
sendi adalah lapisan berserabut yang
melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga.
b. Ligamen (ligamentum) adalah jaringan
pengikat yang
mengikat luar ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga
berfungsi mencegah dislokasi.
c. Tulang
rawan hialin
(kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung
tulang. Berguna untuk menjaga benturan.
d. Cairan
sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula
sendi.
Macam-macam
persendian :
a. Sinartrosis : adalah persendian yang
tidak memperbolehkan pergerakan. Dapat dibedakan menjadi dua:
1) Sinartrosis sinfibrosis: sinartrosis
yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak.
2) Sinartrosis sinkondrosis:
sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan. Contoh: hubungan antarsegmen
pada tulang belakang.
b. Diartrosis : adalah persendian yang
memungkinkan terjadinya gerakan. Dapat dikelempokkan menjadi:
1) Sendi
peluru: persendian yang memungkinkan
pergerakan ke segala arah. Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
2) Sendi
pelana: persendian yang memungkinkan
beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang
telapak tangan dan jari tangan.
3) Sendi
putar: persendian yang memungkinkan
gerakan berputar (rotasi). Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang
belakang I (atlas).
4) Sendi
luncur: persendian yang memungkinkan gerak
rotasi pada satu bidang datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki.
5) Sendi
engsel: persendian yang memungkinkan
gerakan satu arah. Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.
c. Amfiartosis : Persendian yang
dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit
gerakan.
2.2
Pengertian
Penyakit
reumatik adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165). Artritis
Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit aotoimun sistemik yang menyebabkan
peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang
menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya
waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan
kerusakan total sendi.
Artritis
Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progesif, akan tetapi penyakit
ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis
reumatoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan
sifat progesifitasnya. Pada umumnya selain gejala artikular, AR dapat pula
menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau
gangguan organ non artikular lainnya. Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya
peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium) yang mana menyebabkan sakit,
kekakuan, hangat, bengkak dan merah. Manifestasi tersering penyakit ini adalah
terserangnya sendi yang umumnya menetap dan progresif. Mula-mula yang terserang
adalah sendi kecil tangan dan kaki. Seringkali keadaan ini mengakibatkan
deformitas sendi dan gangguan fungsi disertai rasa nyeri.
2.3
Epidemiologi
Artritis
Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di
seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Prevalensi Artritis Reumatoid adalah
sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen). Artritis
Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan
pria sebesar 3 : 1.7 Perbandingan ini mencapai
5:1 pada wanita dalam usia subur.
Artritis
Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita. Serangan
pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut
usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan
dengan 600.000 pria.
2.4
Etiologi
Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada
beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu :
a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan
Streptococcus non-hemolitikus.
b. Endokrin
c. Autoimmun
d. Metabolik
e. Faktor genetik serta pemicu
lingkungan
Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun
dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena
virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen
tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
Faktor genetik dan
beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit
ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif.
Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
Kecenderungan wanita
untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu
faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian
hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang
diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal
memang merupakan penyebab penyakit ini.
Sejak tahun 1930, infeksi
telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR
juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan
timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga
kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial,
hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen
peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya
AR. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab AR antara lain adalah
bakteri, mikoplasma atau virus.
2.5
Patogenesis
Dari
penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai
peristiwa imunologis sebagai berikut :
Suatu antigen penyebab AR
yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting cells
(APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel
dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada
membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel
CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC
tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini
dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya
kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2
(IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan
diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan
terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan
berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain
IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain
seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3
(IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor
(GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk
meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi
sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh
IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan
antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang
akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun
akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen
C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain
meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel
polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan
histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini
dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran
sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun
oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen
bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan
stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal
oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal
oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2)
memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi
tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa
imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan
dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen
umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan
berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan
juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah
suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 %
pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami
agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan
kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang
menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta
aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke
dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan
terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam
patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang.
Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya
sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan
proteoglikan.
2.6
Manifestasi Klinis
Ada beberapa
manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran
klinik ini tidak harus mu ncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki
gambaran klinik yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala
konstitusional,
misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang
kelelahan dapat demikian hebatnya.
b. Poliartritis
simetris (peradangan
sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk
sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara
jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat
digerakan dengan bebas) dapat terserang.
c. Kekakuan
di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi),
yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1
jam.
d. Artritis
erosif merupakan ciri
khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik
mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang
sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari,
pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere
dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita. Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder
dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan
ekstensi.
f.
Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang
permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga
timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan
petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
2.7
Diagnostik
Kriteria diagnostik
Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai
sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6
minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi
peri-artikuler pada foto rontgen. Kriteria Artritis
rematoid menurut American reumatism Association (ARA) adalah:
a.
Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
b.
Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu
sendi.
c.
Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada
salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
d.
Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
e.
Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
f.
Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
g.
Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid.
h.
Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
i.
Pengendapan cairan musin yang jelek
j.
Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
k.
gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan
kriteria ini maka disebut :
a.
Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6
minggu.
b.
Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
c.
Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama 4 minggu.
2.8
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program penatalaksanaan
perawatan adalah sebagai berikut :
a.
Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
b.
Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita.
c.
Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
d.
Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
1.
Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian,
patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan
(prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk
regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini
dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya
disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul
setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih
berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu
beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam
mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada
semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan
nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang
sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini
paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan
khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan
dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya
penyakit.
2.
Penatalaksanaan Medikamentosa
a. Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi
Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada penderita AR sejak masa dini
penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang
seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna.
Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang
sangat baik. OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase
sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan
enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa
OAINS berkerja dengan cara:
1) Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
2) Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin,
serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
3) Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
4) Menghambat proliferasi seluler.
5) Menetralisasi radikal oksigen.
6) Menekan rasa nyeri
b. Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada pengobatan
penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari
saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi
sendi pada AR terjadi pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah
dengan menggunakan dua atau lebih DMARD secara simultan atau secara siklik
seperti penggunaan obat obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit
keganasan. digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi akibat artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk
pengobatan AR adalah:
1) Klorokuin : Dosis anjuran
klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping
bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
2) Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk enteric coated tablet digunakan mulai
dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu
sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g /
hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan
dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.
3) D-penicillamine : Dalam pengobatan
AR, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250
sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu
sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300
mg/hari.
c. Operasi
Jika
berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat
alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan
ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni,
artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan
sebagainya.
2.9
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan cairan synovial :
1)
Warna kuning sampai putih
dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
2)
Leukosit
5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang
didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3)
Rheumatoid
factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding terbalik dengan
cairan sinovium.
b.
Pemeriksaan darah tepi :
1)
Leukosit
: normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila terdapat
splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.
2)
Anemia
normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c.
Pemeriksaan kadar
sero-imunologi :
1) Rheumatoid factor + Ig M -75%
penderita ; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan.
2) Anti CCP antibody positif telah
dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.
2.9 Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang
sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi
utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah
perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang
menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis
reumatoid.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN ARTRITIS REMATOID
1.1
Pengkajian
Data
dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.
1.
Aktivitas/ istirahat
Gejala
: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda
: Malaise Keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan
pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala
: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala
: Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis : finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan
)Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya
ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala
: Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat:
mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah.
Tanda
: Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala
: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan.
6. Neurosensori
Gejala
: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda
: Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala
: Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala
: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan
menetap Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala
: Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala
: Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja ) Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “
arthritis tanpa pengujian.
Riwayat
perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis. Pertimbangan : DRG
Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari. Rencana Pemulanagan: Mungkin
membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/
pemeliharaan rumah tangga.
1.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri b.d agen pencedera, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2.
Gangguan mobilitsas fisik bd kekakuan
sendi.
3.
Gangguan body image bd deformitas sendi
4.
Resiko cedera bd kontraktur tulang.
5.
Defisit self care bd keterbatasan gerak.
6. Kurang
pengetahuan bd kurang informasi mengenai penyebab, prognosa dan perjalanan
penyakit.
1.3 Rencana Keperawatan
Diagnosa
|
Tujuan
dan NOC
|
NIC
|
Rasional
|
Nyeri
b.d agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses
inflamasi, destruksi sendi.
Ds
: Px mengeluh nyeri disekitar persendian.
Do
:
- P
: proses inflamasi
- Q
: nyeri dan panas
- R
: persendian
- S
: 1-10
- T
: meningkat di pagi hari.
- Wajah
meringis.
- Permukaan
sendi tampak merah.
|
Tujuan
: setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam nyeri berkurang/teratasi.
NOC :
- Skala
nyeri 1-2
- Mengenali
faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
- Melaporkan
kesejahteraan fisik dan psikologis.
- Menunjukkan
tekhnik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
|
Mandiri
:
- Kaji
kualitas nyeri yang komprehensif, meliputi : lokasi, karakteristik, durasi,
kualitas, keparahan, dan faktor presipitasinya.
- Observasi
isyarat ketidaknyamanan non verbal.
HE :
- Berikan
informasi tentang nyeri, seperti penyebab, seberapa lama akan berlangsung,
serta cara mengantisipasi nyeri tersebut.
- Ajarkan
penggunaan tekhnik non farmakologi untuk mengendalikan nyeri.
Kolaborasi
:
- Laporkan
kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau menimbulkan keluhan lainnya.
|
Membantu
dalam menentukan tingkat keparahan serta dalam menyusun intervensi yang akan
dilakukan selanjutnya.
Mengurangi
tingkat kecemasan pasien akibat nyeri yang dirasakan.
Membantu
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Membantu
menilai tingkat keberhasilan dari tindakan yang dilakukan sebelumnya.
|
Gangguan
mobilitsas fisik bd kekakuan sendi.
Ds
: Px mengatakan sukit bergerak.
Do
:
- Px
kesulitan bergerak.
- Px
dibantu keluarga saat beraktivitas.
- Keterbatasan
rentang gerak (ROM)
|
Tujuan:
setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam mobilitas fisik pasien mulai
membaik.
NOC :
-
Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri.
-
ROM aktif.
|
Mandiri
:
-
Kaji kebutuhan akan bantuan
pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan akan peralatan pengobatan yang
tahan lama.
HE :
-
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif
/ pasif.
Kolaborasi
:
-
Kolaborasi
dengan ahli terapi fisik sebagai sumber dalam perencaanaan aktivitas perawatan
pasien.
|
Membantu
menentukan sejauh mana tindakan keperawatan yang bisa dilakukan.
Latihan
ROM aktif/pasif membantu meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot.
Membantu
dalam memodifikasi latihan yang bisa dilakukan oleh pasien.
|
Gangguan
body image bd deformitas sendi.
Ds
: Px mengungkapkan adanya perasaan negatif tentang tubuhnya.
Do
:
- Deformitas
sendi.
- Nodul
pada sendi.
|
Tujuan:
setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam pasien dapat menerima keadaan
tubuhnya.
NOC :
-
Pengakuan terhadap perubahan aktual pada
penampilan tubuh.
-
Memelihara hubungan sosial yang dekat dan
hubungan personal.
|
Mandiri
:
-
Kaji respon verbal dan nonverbal
pasien terhadap perubahan tubuhnya.
HE :
-
Dorong pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
mekanisme koping dan kekuatan personal dan pengakuan keterbatasan.
|
Menentukan
seberapa jauh masalah mempengaruhi peranan individu pasien.
Membantu
pasien untuk menerima kekurangan pada tubuhnya.
|
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Artritis
Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses
patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang dengan keluhan
artritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik. Baisanya gejala timbul
perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat
badan, nyeri, dan kaku sendi. Meskipun
penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun
apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas atau cacat
yang menetap.
Meskipun
prognose untuk kehidupan penderita tidak membahayakan, akan tetapi kesembuhan
penyakit sukar tercapai. Tujuan
pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin
berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari program terapi
adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan
mencegah dan/atau memeperbaiki deformaitas.
4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah rematoid
artritis ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca
terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses
asuhan keperawatan terutama pada klien dengan rematoid artritis.
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, M. Judith.
2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi:
Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2. Jakarta: EGC.
Anonymus, Artritis Rematoid. (online). http://
www. naturindonesia. com/ artikel-berbagai- penyakit- degeneratif/
449-artritis-reumatoid-.html, diakses tanggal 1
Oktober 2012 pukul 12.30
Anonymus, 2012. Makalah Rematoid Artritis. (online). http://profesional-eagle.
blogspot. Com /2012/05/makalah- reumatoid- artritis-copast.html,
diakses tanggal 1 Oktober 2012 pukul 12.30
Anonymus, 2012. Asuhan Keperawatan Rematoid Artritis. (online).
http://www.
kapukonline.com/2012/01/askep-asuhan keperawatan rheumatoid arthri. html,
diakses tanggal 1 Oktober 2012 pukul 12.30