Senin, 18 Maret 2013

REUMATOID ATRITIS


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Tulang membentuk formasi endoskeleton yang kaku dan kuat dimana otot-otot skeletal menempel sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan. Tulang juga berperan dalam penyimpanan dan homeostasis kalsium. Kebanyakan tulang memiliki lapisan luar tulang kompak yang kaku dan padat. Tulang dan kartilago merupakan jaringan penyokong sebagai bagian dari jaringan pengikat tetapi keduanya memiliki perbedaan pokok antara lain tulang memiliki system kanalikuler yang menembus seluruh substansi tulang, tulang memiliki jaringan pembuluh darah untuk nutrisi sel-sel tulang, serta tulang hanya dapat tumbuh secara aposisi. Kerusakan tulang akibat infeksi akan menyebabkan proses homeostasis tulang terganggu hingga terjadi manifestasi klinis suatu penyakit tulang.
Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi. Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita. Serangan pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan  600.000 pria.
Pada Artritis rematoid, keluhan kaku di jari-jari tangan kanan dan kiri yang berlangsung selama satu sampai dua jam terutama saat pagi hari yang disertai nyeri. Selain itu didapatkan morning stiffness, pain of motion, swelling dan deformitas pada jari-jari tangan kanan dan kiri. Pada pemeriksaan X-foto jari tangan, didapatkan hasil tampak erosi, swelling dan disarsitektur tulang. Dari hasil Bone Mineral Density, didapatkan hasil osteopenia. Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan LED meningkat dan rheumatoid faktor positif. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam makalah ini kelompok akan membahas mengenai penyakit Artritis Rematoid beserta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien dengan masalah rematoid artritis.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diterapkan terhadap pasien dengan masalah rematoid artritis?
1.3    Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit rematoid artritis serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah rematoid artritis.
1.3.2        Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mengetahui anatomi fisiologi sistem persendian.
b.      Mahasiswa mampu mengetahui pengertian rematoid artritis.
c.       Mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya rematoid artritis.
d.      Mahasiswa mampu mengetahui  patofisiologi rematoid artritis.
e.       Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada rematoid artritis.
f.        Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami rematoid artritis.
g.       Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang bisa dilakukan  pada pasien dengan masalah rematoid artritis.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1         Anatomi Fisiologi
Beberapa komponen penunjang sendi antara lain :
a.       Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga.
b.      Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi.
c.       Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.
d.      Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi.

Macam-macam persendian :
a.       Sinartrosis : adalah persendian yang tidak memperbolehkan pergerakan. Dapat dibedakan menjadi dua:
1)      Sinartrosis sinfibrosis: sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak.
2)      Sinartrosis sinkondrosis: sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan. Contoh: hubungan antarsegmen pada tulang belakang.
b.      Diartrosis : adalah persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan. Dapat dikelempokkan menjadi:
1)      Sendi peluru: persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah. Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
2)      Sendi pelana: persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan.
3)      Sendi putar: persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).
4)      Sendi luncur: persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki.
5)      Sendi engsel: persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.
c.       Amfiartosis : Persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit gerakan.

2.2         Pengertian
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165). Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit aotoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi.
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progesif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis reumatoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya. Pada umumnya selain gejala artikular, AR dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non artikular lainnya. Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium) yang mana menyebabkan sakit, kekakuan, hangat, bengkak dan merah. Manifestasi tersering penyakit ini adalah terserangnya sendi yang umumnya menetap dan progresif. Mula-mula yang terserang adalah sendi kecil tangan dan kaki. Seringkali keadaan ini mengakibatkan deformitas sendi dan gangguan fungsi disertai rasa nyeri.

2.3         Epidemiologi
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen). Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3 : 1.7 Perbandingan ini mencapai  5:1 pada wanita dalam usia subur.
Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita. Serangan pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan  600.000 pria.
2.4         Etiologi
Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu :
a.       Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
b.      Endokrin
c.       Autoimmun
d.      Metabolik
e.       Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab AR antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau virus.
2.5         Patogenesis
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut :
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.







2.6         Manifestasi Klinis
Ada beberapa manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus mu  ncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
a.       Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
b.      Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
c.       Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d.      Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
e.       Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
f.        Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
2.7         Diagnostik
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen. Kriteria Artritis rematoid menurut American reumatism Association (ARA) adalah:
a.    Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
b.    Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
c.    Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
d.    Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
e.    Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
f.      Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
g.    Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid.
h.    Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
i.      Pengendapan cairan musin yang jelek
j.      Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
k.    gambaran histologik yang khas pada nodul.

Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
a.         Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
b.        Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
c.         Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.
2.8         Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program penatalaksanaan  perawatan adalah sebagai berikut :
a.         Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
b.        Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita.
c.         Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
d.        Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

1.        Penatalaksanaan Keperawatan
a.    Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b.    Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c.    Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
2.        Penatalaksanaan Medikamentosa
a.    Penggunaan OAINS
   Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
1)   Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
2)   Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
3)   Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
4)   Menghambat proliferasi seluler.
5)   Menetralisasi radikal oksigen.
6)   Menekan rasa nyeri
b.    Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih DMARD secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
1)   Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
2)   Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.
3)   D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.
c.    Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
2.9         Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan cairan synovial :
1)        Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
2)        Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3)        Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
b.      Pemeriksaan darah tepi :
1)      Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.
2)      Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c.       Pemeriksaan kadar sero-imunologi :
1)      Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan.
2)      Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.
2.9   Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.



BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN ARTRITIS REMATOID
1.1         Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1.  Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2.  Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis : finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4.  Makanan/ cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
 Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan.
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9.  Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja ) Penggunaan    makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian.
Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis. Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari. Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
1.2  Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri b.d agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2.    Gangguan mobilitsas fisik bd kekakuan sendi.
3.    Gangguan body image bd deformitas sendi
4.    Resiko cedera bd kontraktur tulang.
5.    Defisit self care bd keterbatasan gerak.
6.    Kurang pengetahuan bd kurang informasi mengenai penyebab, prognosa dan perjalanan penyakit.

1.3  Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan NOC
NIC
Rasional
Nyeri b.d agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Ds : Px mengeluh nyeri disekitar persendian.
Do :
-   P : proses inflamasi
-   Q : nyeri dan panas
-   R : persendian
-   S : 1-10
-   T : meningkat di pagi hari.
-   Wajah meringis.
-   Permukaan sendi tampak merah.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam nyeri berkurang/teratasi.
NOC :
-  Skala nyeri 1-2
-  Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
-  Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
-  Menunjukkan tekhnik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Mandiri :
-  Kaji kualitas nyeri yang komprehensif, meliputi : lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, keparahan, dan faktor presipitasinya.
-  Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal.
HE :
-  Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab, seberapa lama akan berlangsung, serta cara mengantisipasi nyeri tersebut.
-  Ajarkan penggunaan tekhnik non farmakologi untuk mengendalikan nyeri.
Kolaborasi :
-  Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau menimbulkan keluhan lainnya.

Membantu dalam menentukan tingkat keparahan serta dalam menyusun intervensi yang akan dilakukan selanjutnya.



Mengurangi tingkat kecemasan pasien akibat nyeri yang dirasakan.

Membantu mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.


Membantu menilai tingkat keberhasilan dari tindakan yang dilakukan sebelumnya.
Gangguan mobilitsas fisik bd kekakuan sendi.
Ds :  Px mengatakan sukit bergerak.
Do :
-   Px kesulitan bergerak.
-   Px dibantu keluarga saat beraktivitas.
-   Keterbatasan rentang gerak (ROM)
Tujuan: setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam mobilitas fisik pasien mulai membaik.
NOC :
-   Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
-   ROM aktif.
Mandiri :
-   Kaji kebutuhan akan bantuan pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan akan peralatan pengobatan yang tahan lama.
HE :
-   Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif / pasif.


Kolaborasi :
-    Kolaborasi dengan ahli terapi fisik sebagai sumber dalam perencaanaan aktivitas perawatan pasien.

Membantu menentukan sejauh mana tindakan keperawatan yang bisa dilakukan.

Latihan ROM aktif/pasif membantu meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot.

Membantu dalam memodifikasi latihan yang bisa dilakukan oleh pasien.
Gangguan body image bd deformitas sendi.
Ds : Px mengungkapkan adanya perasaan negatif tentang tubuhnya.
Do :
-   Deformitas sendi.
-   Nodul pada sendi.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
NOC :
-   Pengakuan terhadap perubahan aktual pada penampilan tubuh.
-   Memelihara hubungan sosial yang dekat dan hubungan personal.
Mandiri :
-   Kaji respon verbal dan nonverbal pasien terhadap perubahan tubuhnya.

HE :
-   Dorong pasien/keluarga untuk mengidentifikasi mekanisme koping dan kekuatan personal dan pengakuan keterbatasan.


Menentukan seberapa jauh masalah mempengaruhi peranan individu pasien.

Membantu pasien untuk menerima kekurangan pada tubuhnya.






BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik. Baisanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi. Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas atau cacat yang menetap.
Meskipun prognose untuk kehidupan penderita tidak membahayakan, akan tetapi kesembuhan penyakit sukar tercapai. Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki deformaitas.


4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah rematoid artritis ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan terutama pada klien dengan rematoid artritis.
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2. Jakarta: EGC.
Anonymus, Artritis Rematoid. (online). http:// www. naturindonesia. com/ artikel-berbagai- penyakit- degeneratif/ 449-artritis-reumatoid-.html, diakses tanggal 1 Oktober 2012 pukul 12.30
Anonymus, 2012. Makalah Rematoid Artritis. (online). http://profesional-eagle. blogspot. Com /2012/05/makalah- reumatoid- artritis-copast.html, diakses tanggal 1 Oktober 2012 pukul 12.30
Anonymus, 2012. Asuhan Keperawatan Rematoid Artritis. (online). http://www. kapukonline.com/2012/01/askep-asuhan keperawatan rheumatoid arthri. html, diakses tanggal 1 Oktober 2012 pukul 12.30